Di tengah kompetisi ketat industri e-commerce Indonesia, perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan strategi pemasaran atau inovasi teknologi. Kinerja tim internal, terutama dalam menjalankan tugas secara efektif dan efisien, menjadi kunci utama keberhasilan. Oleh karena itu, sistem performa review atau evaluasi kinerja berbasis KPI (Key Performance Indicators) dan OKR (Objectives and Key Results) menjadi penting untuk diterapkan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas studi kasus salah satu e-commerce lokal di Indonesia yang mengadopsi pendekatan KPI dan OKR untuk mengevaluasi karyawan mereka. Lantas, bagaimana implementasinya? Apa saja tantangannya? Dan seberapa efektif sistem ini dalam mendorong kinerja?
Apa Itu KPI dan OKR?
Sebelum masuk ke studi kasus, penting untuk memahami dua pilar utama sistem review ini:
- KPI (Key Performance Indicators) merupakan indikator terukur yang menunjukkan pencapaian karyawan terhadap target spesifik. Contohnya adalah jumlah produk terjual, tingkat konversi, dan waktu respons pelanggan.
- OKR (Objectives and Key Results) adalah pendekatan yang lebih strategis. Di dalamnya terdapat objectives (tujuan ambisius) dan key results (hasil terukur). Berbeda dengan KPI, OKR tidak selalu digunakan untuk menilai kinerja masa lalu, melainkan untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi.
Dengan demikian, perusahaan e-commerce yang dibahas dalam artikel ini menggabungkan keduanya guna menyeimbangkan antara performa jangka pendek dan arah strategis jangka panjang.
Studi Kasus: E-Commerce Lokal “ShopediaX”
ShopediaX (bukan nama sebenarnya) adalah perusahaan e-commerce lokal yang menjual produk lifestyle dan elektronik. Dalam dua tahun terakhir, mereka mengalami pertumbuhan signifikan. Namun, di sisi lain, mereka juga menghadapi tantangan dalam mempertahankan produktivitas tim internal. Untuk menjawab tantangan tersebut, manajemen memutuskan untuk menerapkan sistem performa review berbasis KPI dan OKR mulai awal 2024.
Tahapan Implementasi
1. Penyesuaian Budaya Kerja
Pertama-tama, tim HR melakukan pelatihan internal untuk membentuk pola pikir berbasis hasil dan tujuan. Banyak karyawan yang awalnya terbiasa dengan instruksi teknis, belum memahami pentingnya outcome dan value dari pekerjaan mereka.
“Yang paling sulit adalah mengubah mindset bahwa performa bukan hanya soal kehadiran atau menyelesaikan tugas, tapi juga tentang memberikan dampak,” ujar HR Manager ShopediaX.
2. Penentuan KPI untuk Tiap Divisi
Selanjutnya, setiap divisi menyusun KPI yang relevan dengan fungsi kerja mereka. Misalnya:
- Customer Service: Waktu rata-rata menyelesaikan tiket pelanggan, skor kepuasan pelanggan (CSAT).
- Marketing: Return on Ads Spend (ROAS), cost per lead.
- Logistik: Waktu pengiriman rata-rata, tingkat pengembalian barang.
Semua KPI tersebut harus memenuhi prinsip SMART: Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-bound.
3. OKR sebagai Alat Dorong Inovasi
Selain KPI, manajemen mendorong setiap divisi membuat OKR setiap kuartal. Sebagai contoh, tim konten memiliki OKR sebagai berikut:
- Objective: Meningkatkan engagement konten di media sosial.
- Key Results:
- Capai 100.000 views bulanan di TikTok.
- Tingkatkan jumlah followers 20% dalam 3 bulan.
- Terbitkan 12 video edukatif berkualitas.
Menariknya, OKR tidak digunakan untuk penilaian gaji secara langsung, melainkan berfungsi sebagai alat coaching dan pengembangan jangka panjang.
Evaluasi Performa Setiap Kuartal
Untuk menilai efektivitas sistem ini, ShopediaX menjalankan proses review kuartalan yang terdiri dari:
- Self-assessment: Karyawan menilai pencapaian mereka berdasarkan KPI dan progres OKR.
- One-on-one review: Diskusi antara karyawan dan atasan langsung membahas hasil, tantangan, dan langkah pengembangan selanjutnya.
- 360 Feedback: Beberapa posisi strategis juga menerima masukan dari rekan kerja lintas divisi.
Semua proses ini difasilitasi melalui aplikasi internal berbasis web yang dibuat oleh tim IT mereka. Dengan demikian, proses evaluasi berjalan lebih praktis dan terdokumentasi dengan baik.
Hasil dan Dampak yang Dirasakan
Setelah dua siklus kuartalan, ShopediaX mulai merasakan dampak positif dari sistem ini. Di antaranya:
- Karyawan menjadi lebih paham terhadap peran dan kontribusi mereka dalam pencapaian tujuan perusahaan.
- Tim marketing berhasil menurunkan cost per acquisition hingga 25%.
- Produktivitas tim Customer Service meningkat karena KPI dipantau secara mingguan.
- Lingkungan kerja menjadi lebih terbuka terhadap feedback dan evaluasi.
Namun demikian, ada pula tantangan yang muncul:
- Beberapa karyawan merasa stres karena KPI yang dianggap terlalu agresif.
- OKR sering kali dibuat terlalu umum, sehingga sulit untuk diukur.
- Ada resistensi dari beberapa supervisor yang merasa lebih nyaman dengan cara kerja lama.
Peran Teknologi dalam Mendukung Performa Review
Untuk mendukung kelancaran proses evaluasi ini, ShopediaX mengintegrasikan beberapa tools seperti:
- Google Sheets untuk melacak pencapaian KPI.
- Notion sebagai database kolaboratif untuk menyimpan OKR.
- Slack bot internal yang mengirimkan pengingat otomatis terkait review mingguan.
Ke depannya, mereka berencana mengembangkan dashboard BI (Business Intelligence) sebagai pusat visualisasi data agar proses monitoring lebih efisien dan real-time.
Pembelajaran dari ShopediaX
Dari penerapan sistem ini, ada beberapa hal penting yang dapat dipelajari:
- Pisahkan fungsi KPI dan OKR. KPI digunakan untuk menilai hasil operasional harian, sementara OKR untuk arah strategis jangka panjang.
- Libatkan karyawan dalam penyusunan target. Ini akan meningkatkan rasa kepemilikan dan motivasi kerja.
- Jadikan review sebagai proses pengembangan, bukan hukuman. Tujuannya adalah pertumbuhan, bukan penilaian semata.
- Sediakan pelatihan dan coaching. Dukungan ini sangat dibutuhkan terutama di masa transisi awal.
Kesimpulan
Performa review berbasis KPI dan OKR bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan bagi perusahaan yang ingin tumbuh secara berkelanjutan terutama di industri e-commerce Indonesia yang dinamis. Studi kasus ShopediaX membuktikan bahwa sistem ini mampu meningkatkan fokus kerja, mendorong inovasi, dan membangun budaya kerja yang terbuka.
Dengan komunikasi yang jelas, teknologi yang mendukung, serta pelibatan seluruh tim, sistem KPI dan OKR dapat menjadi fondasi kuat bagi perusahaan yang ingin berkembang lebih jauh. Bagi perusahaan lain yang sedang mencari pendekatan evaluasi kinerja yang lebih efektif, model seperti ini layak untuk dicoba dan disesuaikan dengan konteks masing-masing.